HMI Cabang Mataram Beri Catatan 100 Hari Kerja Iqbal–Dinda, Soroti Angka Pengangguran

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Mataram memberikan catatan refleksi atas 100 hari kerja Gubernur dan Wakil Gubernur NTB, Iqbal–Dinda.

Pengurus HMI Cabang Mataram, Ahmad Hidayat, mengatakan, 100 hari pertama kepemimpinan Iqbal–Dinda dapat dibaca sebagai fase inisiasi politik-etik yang memproyeksikan intensi kepemimpinan, sekaligus merepresentasikan horizon awal arah pembangunan strategis daerah.

Pihaknya pun mengapresiasi geliat awal 100 hari kerja pasangan Iqbal–Dinda sebagai ekspresi energi politik yang komunikatif, populis, dan mencoba menanamkan simbol kehadiran negara di tengah masyarakat.

“Figur yang sederhana, egaliter, dan berani mengambil ruang publik ini patut dihargai sebagai bentuk pembuka ruang keterhubungan antara pemerintah dan rakyatnya,” kata Ahmad Hidayat.

Namun menurut dia, dari perspektif kelembagaan transformatif, capaian itu belum dapat dikatakan ideal karena belum terinstitusionalisasi dalam sistem kebijakan yang holistik, integratif, dan berjangka panjang.

Selain itu, tingginya angka pengangguran terbuka, disparitas akses pendidikan dan kesehatan, hingga lemahnya keterhubungan antarwilayah belum tergarap dalam kerangka kebijakan yang inklusif serta adil secara spasial maupun sektoral.

“Kami berpandangan, agenda prioritas setelah 100 hari kerja Gubernur–Wagub NTB harus difokuskan pada refleksi epistemologis kebijakan publik yang menyentuh hulu sistem,” ujar Ahmad Hidayat.

Di antaranya adalah perencanaan berbasis data spasial, desentralisasi afirmatif pembangunan wilayah tertinggal, penguatan daya saing SDM melalui rekonstruksi ekosistem pendidikan, pelatihan vokasi, dan literasi kewirausahaan berbasis teknologi hijau.

Ia menyampaikan, di tengah derasnya arus medialisasi kebijakan, perlu ditegaskan bahwa algoritma media sosial tidak dapat dijadikan metrik tunggal keberhasilan tata kelola.

Pasalnya, viralitas hanya menciptakan resonansi semu yang kerap menutup batu karang persoalan struktural di dasar laut sosial masyarakat. Oleh karena itu, setiap kebijakan harus dimatangkan dalam arsitektur institusional yang menjamin keberlanjutan, keberpihakan, dan keadilan transformatif.

Pihaknya pun memberikan sejumlah rekomendasi strategis, mulai dari pemetaan spasial afirmasi wilayah tertinggal—karena pembangunan infrastruktur harus berbasis keadilan geografis, dan bukan hanya kalkulasi potensi PAD.

“Ekosistem pemberdayaan pemuda hingga masyarakat harus berbasis pentahelix, melalui sinergi antarsumber—pemerintah, akademisi, industri, komunitas, dan elemen lainnya—yang difungsikan secara konkret dalam program pemberdayaan yang progresif serta terukur,” kata Ahmad Hidayat.

Selain itu, redefinisi efisiensi anggaran juga harus dimaknai sebagai alokasi yang proporsional, berbasis kebutuhan subsektor krusial, serta dikelola secara transparan dan partisipatif.

Ia juga mendorong reformulasi kebijakan SDM unggul, karena diperlukan orkestrasi pendidikan formal dan informal, pelatihan berbasis potensi daerah, serta pemberdayaan pemuda sebagai subjek pembangunan jangka panjang.

Sebagai entitas strategis gerakan mahasiswa, HMI Cabang Mataram berkomitmen untuk terus menjadi mitra kritis-transformasional dalam mengawal proses pembangunan di NTB.

Karenanya, kritik yang disampaikan bukan bentuk oposisi, melainkan partisipasi konstitusional untuk memastikan setiap langkah pembangunan tidak tercerabut dari prinsip keadilan sosial, keberlanjutan ekologi, dan humanisme struktural.

“Membangun NTB yang mendunia bukan semata perkara narasi, tetapi kerja kolektif yang berjejak pada kebijakan yang berpihak, adil, dan transformatif,” tutup Ahmad Hidayat.

 

Penulis: Ahmad Hidayat
Fungsionaris HMI Cabang Mataram

Array
Related posts
Tutup
Tutup